Tepat hari ini 75 tahun yang lalu, perjanjian Roem Royen ditandatangani. Perjanjian ini adalah sebuah fase penting dalam sejarah Indonesia setelah proklamasi.
Perjanjian Roem-Royen adalah hasil perundingan antara Indonesia dan Belanda yang berlangsung di Hotel Des Indes, Jakarta, pada 14-24 April 1949. Nama Roem Royen diambil dari delegasi Indonesia, Muhammad Roem, dan delegasi dari Belanda, yaitu Jan Herman van Royen. Setelah perundingan selama sepuluh hari, perjanjian ini kemudian ditandatangani pada 7 Mei 1949.

Mari kita pelajari tentang Perjanjian Roem Royen lebih dalam dengan menyimak penjelasan yang dirangkum dari buku Sejarah Indonesia dari Proklamasi sampai Pemilu 2009 oleh A Kardiyat Wiharyanto serta laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berikut ini!

Latar Belakang Perjanjian Roem Royen

Perjanjian Roem-Royen tercetus karena situasi politik dan diplomatik yang berkembang di Indonesia pada periode pasca Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948. Setelah Agresi II, Indonesia berhasil menunjukkan bahwa pemerintahannya masih ada melalui Serangan Umum 1 Maret 1949, yang menegaskan eksistensi Republik Indonesia di mata dunia.

Serangan tersebut membuat tekanan terhadap Belanda dari komunitas internasional semakin meningkat. Terlebih Dewan Keamanan PBB menekankan pembebasan tahanan politik dan pengembalian pemerintah Indonesia ke Jogja.

Pemerintah Indonesia awalnya menolak untuk melakukan perundingan dengan Belanda selama pemerintahannya masih dalam pengasingan dan kekuasaan RI di Jogja belum dipulihkan. Namun, dengan jaminan bahwa keputusan yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut tidak akan mengikat sebelum ada kejelasan kedudukan RI, Indonesia akhirnya bersedia untuk berpartisipasi dalam perundingan yang diawasi oleh PBB.

Pertemuan tersebut kemudian menghasilkan Perjanjian Roem Royen yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.

Isi Perjanjian Roem Royen

Inti dari Perjanjian Roem Royen adalah pernyataan damai dari pihak Indonesia dan Belanda. Isi perjanjian lebih detailnya dapat detikers simak di bawah ini!

1. Delegasi Indonesia menegaskan kesiapan untuk:
Memerintahkan kepada “pengikut Republik yang bersenjata” agar menghentikan perang gerilya.
Berkolaborasi dalam memulihkan perdamaian, menjaga ketertiban, dan mengamankan situasi.
Ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, dengan tujuan mempercepat proses “penyerahan” kedaulatan yang sepenuhnya kepada Negara Indonesia Serikat tanpa syarat.
2. Delegasi Belanda menyatakan kesiapan untuk:
Menerima kembali Pemerintahan RI di Yogyakarta.
Menjamin penghentian segala operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik.
Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang muncul setelah tanggal 19 Desember 1948 di wilayah yang dikuasai oleh RI, serta tidak akan memperluas wilayah yang merugikan Republik.
Mengakui Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS).
Berkomitmen untuk mendorong segera dilaksanakannya KMB setelah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
Tokoh-Tokoh dalam Perjanjian Roem Royen
Berdasarkan informasi pada buku Prof Mr Dr Supomo oleh Drs AT Soegito, Bc HK, Muhammad Roem bukan satu-satunya tokoh penting dalam Perjanjian Roem Royen. Berikut ini beberapa tokoh yang terlibat sejak awal perundingan di Hotel Des Indes.

Muhammad Roem sebagai pimpinan delegasi
Ali Sastroamidjojo sebagai wakil pimpinan delegasi
Dr Leimena sebagai anggota
Ir Juanda sebagai anggota
Prof Mr Dr Supomo sebagai anggota
Mr Latuharhary sebagai anggota
Sutan Syahrir sebagai penasihat
Ir Laoh sebagai penasihat
Moh Natsir sebagai penasihat
Dr Darmasetiawan sebagai penasihat
Sumarto (Wakil Kepala Kepolisian Negara) sebagai penasihat
Mr A Kusumaatmadja sebagai penasihat
Mr AK Pringgodigdo sebagai sekretaris umum

Baca Juga Artikel :  Tips Menang Deposit Slot Qris Gacor

Demikian penjelasan lengkap mengenai latar belakang Perjanjian Roem Royen, lengkap dengan isi serta tokoh yang terlibat. Semoga bermanfaat.